Sebagai manusia yang bagaimana layaknya,
suatu kehidupan akan mememukan suatu masa dimana mengaharuskan manusia untuk
beraktifitas, bekerjasama antara satu sama lain dan berkomunikasi dengan manusia
lainnya. Ada timbal balik yang nantinya akan dilalui oleh manusia. Baik itu
dari suatu perbuatan ke perbuatan, dari suatu komunikasi ke komunikasi, atau
dari suatu perbuatan yang berujung komunikasi dan begitu juga sebaliknya.
Komunikasi yang dilakukan bisa dalam beberapa
bentuk, komunikasi langsung dan tak langsung. Komunikasi langsung juga bisa
dibagi atas komunikasi verbal maupun non verbal seperti bahasa tubuh, sedangkan
komunikasi tak langsung biasanya memanfaatkan media-media yang ada. Dalam berkomunikasi
ada juga pembagiannya berdasarkan tipenya, ada yang tipe komunikasi satu arah,
dan juga komunikasi dua arah, yang membedakan adalah komunikasi satu arah hanya
menerima dari salah seorang komunikan sedangkan komunikasi dua arah, adanya
timbal balik atau interaksi antar komunikan.
Seiring dengan menjalani suatu aktivitas atau
kegiatan yang kita lakukan, layaknya ini di peruntukkan kepada sang pencipta,
di niatkan beribadah hanya kepada-Nya, dan tak ada niat lain kecuali berharap
dari Nya. Komunikasi kita sangat berpengaruh terhadap percayadiri kita sendiri
maupun orang lain, dalam memeberikan komentar atau sugesti terhadap suatu
aktivitas atau kegiatan tersebut.
Godaan terberat dalam melakukan sebuah aktivitas/amalan
adalah komentar dari manusia, yaitu komunikasi satu arah yang mampu
mempengaruhi semangat seseorang dalam melakukan amalan tersebut. Mari kita
simak kisah berikut :
Ada seorang ayah dan anaknya yang sedang berdiskusi hangat di
teras rumahnya pada waktu senja
Ayah : oia…baru teringat ayah kalau malam ini kita
ada pengajian di masjid komplek
rumah, nanti
raja ikut ayah ya ? (tatapan mata ayah pun menuju ke raja)
Raja : aduh….yah, malam ini memang raja tidak ada
kegiatan, tapi kan ikut pengajian itu gak
gaul banget, apa nanti kata kawan yang lain? (dengan wajah yang tersipu malu mencoba
membalikkan pertanyaan ke ayahnya)
Ayah : oh…gitu ya, kan itu kata kawan, gimana kalau
kata tuhan? (sambil menyambung suatu pertanyaan lagi) kalau besok kan ada puasa
arrafah menjambut hari raya idul adha, gimana raja puasa kan? (Dengan nada yang
lebih rendah, berharap anaknya berpuasa esok hari)
Raja : Gimana ya yah….bukannya raja gak sanggup
puasa, tapi besok tu raja sama kawan- kawan biasanya kumpul di cafe, kalau raja
puasa, apa kata mereka yah?(sambil menggaru-garuk kepalanya)
Lantas sang ayah berinisiatif mengajak raja berjalan disekeliling kompleks rumah denganmembawa seekor keledai yang diringi untuk ikut berjalan bersama mereka, lantas terdengar celotehan warga seperti ini:
Warga A : ini ayah dan anak kok bodoh bener ya, sudah
tau ada keledai yang mereka bawa
tetapi kok
tidak mereka tunggangi (dengan suara pelan sambil berbicara
dengan warga lainnya)
Ayah dan raja pun mendengar percakapan kecil diantara waga tersebut dan ayahnya lantas berkata
Ayah : Raja,
naiklah ke atas keledai. Supaya tidak ada yang berkomentar lagi (sambil
menggendong
raja menaiki keledai mungil itu)
Mereka pun terus berjalan dan tidak jauh dari tempat itu ada lagi warga yang berkomentar
Warga B : ini anak kok ga tau diri ya, enak enakan dia
naik di atas keledai, tapi ayahnya
disuruh
berjalan (dengan nada pelan dan sinis )
Lagi-lagi percakapan ini mereka dengar dan ayah pun berkata
Ayah : Raja, turunlah dari keledai itu, biar ayah
yang menggantikannya
Perjalanan pun
terus dilakukan, tidak jauh dari itu ada lagi warga yang berkomentar
Warga C : ini ayah lupa diri, naik keledai dengan
santai tapi anaknya disuruh berjalan
(dengan nada berbisik-bisik warga ini
berkata dengan warga lain)
Seperti biasanya,
lagi-lagi percakapan ini terdengar oleh mereka dan ayah pun berkata
Ayah :
raja naiklah ke keledai ini bersama ayah
Baru beberapa meter perjalanan mereka sudah ketemu lagi dengan warga yang
Berkomentar
Warga D : ini ayah dan anak yang gak tau diri, sudah
tau keledainya mungil kok di
tunggangi
berdua, kasianlah…(dengan sangat sinis)
Lagi-lagi percakapan ini terdengar dan ayah berkata
Ayah : Raja kita turun dari keledai ini dan
ayo kita gendong keledai ini
Baru beberapa
langkah perjalanan mereka ada warga yang berceloteh
Warga E : ini ayah dan anak yang bodoh, sudah jelas
keledai sehat dan bisa berjalan kok
malah di gendong.
Percakapan ini
terdengar oleh mereka dan ayahnya berkata:
Ayah : harus
seperti apa lagi kita melanjutkan perjalanan raja, kalau semua komentar
dari orang
lain kita dengarkan? Begitu juga dengan setiap kegiatan atau ibadah
yang kita lakukan, kalau kita masih
memperdengarkan kata orang, harus sampai
kapan kita bisa melakukan ibadah itu? (dengan
nada yang tersendat sendat dan
wajah yang letih)
Raja : Mmm……(hanya
mampu menundukan kepala dan tidak sanggup menjawab dari
pertanyaan si ayah)
Kisah
ini memberikan pelajaran berharga pada kita bagaimana menjadikan diri ini lebih
percaya
diri untuk melakukan suatu kebaikan tanpa menghiraukan komentar dari orang
lain, komentar itu baik, menjadi masukan untuk kedepan tapi jangan terlalu dihiraukan selagi
itu baik kenapa tidak….? Selamat Berkontribusi..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar